Analisis Kasus
Nama Klien : Hendra
Pekerjaan : Siswa
Kelas : 11 SMA
Di sebuah sekolah ada seorang siswa bernama Hendra yang
duduk di kelas 11, saat itu ia dipanggil oleh guru BK terkait dengan masalah
yang ia alamai. Saat klien masuk, konselor membuat klien duduk senyaman mungkin
dan menanyakan kegiatan klien hari itu. Kemudian, konselor menanyakan mengenai
keadaan belajar klien di kelas, sebab ada seorang guru yang melapor kalau klien
memiliki kesulitan dalam menghafal hafid sehingga sering lupa-lupa dan klien
tampak murung di kelas. Lalu, klien diminta menceritakan apa yang ia rasakan,
tapi klien masih tampak ragu-ragu, melihat hal itu konselor pun mengatakan
bahwa kerahasiaan klien pasti terjamin dan akhirnya klien mulai menceritakan
permasalahannya.
Beberapa hari yang lalu tepatnya
hari Minggu, klien sedang pergi bersama pacarnya ke sebuah taman dan ternyata
ia dipergoki oleh ayahnya. Permasalahannya adalah keluarga klien sangat
memegang asas keagamaan yang begitu kuat, sehingga ia dan adik-adiknya dilarang
untuk pacaran karena menurut ayah klien yang seorang kyai, pacaran merupakan
tindakan berzinah dan hanya boleh dilakukan jika klien memperkenalkan teman
perempuannya dengan tujuan untuk menikah bukan sekedar pacaran saja. Saat
dipergoki klien merasa sangat bersalah begitu dalam karena ia telah
mengkhianati ayahnya, selain itu klien juga merasa malu dengan apa yang ia
lakukan sampai-sampai klien tidak pulang ke rumah. Akibatnya, klien menginap di
rumah temannya selama 2 hari dengan tujuan menghindari masalah yang sedang ia
alami. Setelah
klien bercerita, konselor merespon dengan meminta klien berpikir apakah dengan
hanya sekedar menemui pacarnya berarti klien adalah orang yang sangat kotor, buruk,
dan sebagainya. Saat ditanyakan seperti itu klien mulai berpikir ulang dan ia
menjadi sadar bahwa pikirannya yang menilai dirinya kotor dan buruk karena hanya
menemui pacarnya sangatlah tidak masuk akal, tapi tetap saja ia merasa malu dan
bersalah dengan dirinya sendiri. Klien merasa ketika ia melanggar perintah
orangtua itu sama saja dengan ia melanggar perintah Tuhan. Kemudian, konselor
menjelaskan lagi bahwa dengan klien tidak pulang ke rumah dan tidak meminta maaf kepada orangtuanya,
klien tidak dapat memenuhi bakti kepada orangtuanya. Namun, walau sudah
dinasehati seperti itu, klien masih merasa bahwa konselor tidak mengerti
keadaan ayahnya yang akan memarahi ia habis-habisan. Lalu, konselor menjelaskan
dengan penuh kesabaran bahwa lebih baik mati tapi sudah meminta maaf kepada
orangtua atau hidup dibalut dengan penuh dosa.
Setelah mendengar beberapa penjelasan dari konselor,
klien akhirnya menyadari bahwa yang dikatakan konselor itu benar, ia juga
memutuskan untuk pulang ke rumah dan meminta maaf kepada orangtuanya. Selain
itu, klien juga merasa lega telah melakukan konseling karena sebelumnya ia
bingung harus berbuat apa. Sebelum sesi konseling ditutup, konselor memberikan
beberapa tugas kepada klien yaitu, klien harus segera mungkin pulang ke rumah, sujud
meminta maaf kepada orangtua, dan menceritakan hubungan klien dengan pacarnya.
Kaitan
dengan Teori REBT
Pada video tersebut masalah yang dihadapi klien diselesaikan dengan menggunakan rational emotive behavior therapy yang dikembangkan oleh Albert Ellis dengan nama pendekatan rational therapy, kemudian berubah menjadi rational emotive therapy, dan pada tahun 1993 berubah lagi namanya menjadi rational emotive behavior therapy.Tujuan dari terapi ini adalah membantu klien dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan emosi, perilaku, dan pikiran atau gagasan yang tidak logis sehingga klien dapat mengembangkan dirinya dan klien dibantu untuk berpikir serta bertindak secara rasional bagi dirinya dan lingkungannya.
Pada video tersebut masalah yang dihadapi klien diselesaikan dengan menggunakan rational emotive behavior therapy yang dikembangkan oleh Albert Ellis dengan nama pendekatan rational therapy, kemudian berubah menjadi rational emotive therapy, dan pada tahun 1993 berubah lagi namanya menjadi rational emotive behavior therapy.Tujuan dari terapi ini adalah membantu klien dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan emosi, perilaku, dan pikiran atau gagasan yang tidak logis sehingga klien dapat mengembangkan dirinya dan klien dibantu untuk berpikir serta bertindak secara rasional bagi dirinya dan lingkungannya.
Proses
terapi dalam REBT terdiri dari 3 tahapan, yaitu fase awal pada fase ini klien
diminta untuk membicarakan masalah apa yang mengganggunya dan konselor
menyadarkan klien akan pikiran-pikiran irasionalnya. Jika dikaitkan dengan
cerita diatas, diketahui bahwa klien mengalami kesulitan dalam menghafal hafid
dikarenakan klien memiliki masalah dengan orangtuanya yaitu ia dipergoki
ayahnya saat berpacaran dan ia merasa sangat bersalah, malu, dan kotor
sampai-sampai tidak mau pulang ke rumah. Kemudian konselor menyadarkan klien bahwa
dengan hanya sekedar bertemu pacar bukan berarti klien adalah manusia kotor dan
buruk seperti yang ia rasakan.
Kemudian pada fase kedua yaitu, klien diajarkan untuk memperkuat keyakinan rasional dan mengubah pikiran negatif serta membantu klien menemukan tujuan rasionalnya. Jika dikaitkan dengan cerita diatas, konselor memberikan penjelasan-penjelasan yang cukup logis sehingga keyakinan rasional klien dapat diperkuat. Seperti konselor menjelaskan bahwa lebih baik mati tapi telah meminta maaf kepada orangtua daripada hidup dengan dibaluti dosa, selain itu konselor juga menjelaskan bahwa dengan klien kabur tanpa meminta maaf kepada orangtua maka Tuhan juga belum tentu akan memaafkan klien. Kemudian, pada fase kedua ini konselor juga membantu klien dalam menemukan tujuan hidupnya yaitu berbakti kepada orangtuanya, dan hal itu tidak akan terwujud jika klien tidak pulang dan meminta maaf kepada orangtuanya. Pada fase ini klien diajarkan untuk menyelesaikan masalahnya dengan pulang dan meminta maaf dengan begitu tujuan hidupnya akan bisa terwujud. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan konselor pada video diatas sangat membantu klien dalam membangung dan memperkuat pikiran rasionalnya serta pikiran negatifnya pun diubah.
Kemudian pada fase kedua yaitu, klien diajarkan untuk memperkuat keyakinan rasional dan mengubah pikiran negatif serta membantu klien menemukan tujuan rasionalnya. Jika dikaitkan dengan cerita diatas, konselor memberikan penjelasan-penjelasan yang cukup logis sehingga keyakinan rasional klien dapat diperkuat. Seperti konselor menjelaskan bahwa lebih baik mati tapi telah meminta maaf kepada orangtua daripada hidup dengan dibaluti dosa, selain itu konselor juga menjelaskan bahwa dengan klien kabur tanpa meminta maaf kepada orangtua maka Tuhan juga belum tentu akan memaafkan klien. Kemudian, pada fase kedua ini konselor juga membantu klien dalam menemukan tujuan hidupnya yaitu berbakti kepada orangtuanya, dan hal itu tidak akan terwujud jika klien tidak pulang dan meminta maaf kepada orangtuanya. Pada fase ini klien diajarkan untuk menyelesaikan masalahnya dengan pulang dan meminta maaf dengan begitu tujuan hidupnya akan bisa terwujud. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan konselor pada video diatas sangat membantu klien dalam membangung dan memperkuat pikiran rasionalnya serta pikiran negatifnya pun diubah.
Terakhir
adalah fase ketiga yaitu, pada fase ini klien diminta untuk selalu berpikir
rasional atau mengembangkan pikiran rasionalnya agar pikiran-pikiran negatifnya
tidak membawa klien kepada suatu masalah. Jika dikaitkan dengan video diatas konselor
mengatakan bahwa marahnya ayah klien tidak akan sampai menganggap klien bukan
anak ayahnya dan dengan tidak pulang ke rumah berarti sama saja tidak
menyelesaikan masalah. Melalui pembicaraan tersebut, klien secara tidak
langsung diminta untuk selalu berpikir rasional akan dirinya dan dengan begitu
masalah yang ia hadapi dapat terselesaikan.
Selain tahapan terapi yang ada pada
video tersebut, konselor pada video tadi juga meminta klien untuk menerima
dirinya tanpa syarat. Hal ini berkaitan dengan salah satu keadaan yang
dikembangkan oleh Albert Ellis yaitu, unconditional self-accpetance dimana
klien selalu bisa menerima dirinya tanpa syarat, tanpa harus memperdulikan
apakah tindakan yang dilakukannya benar atau salah. Lewat video tersebut klien
diminta oleh konselor untuk menerima dirinya yang sudah bersalah kepada ayahnya
tanpa harus merasa bahwa dirinya kotor dan buruk. Melalui penerimaan dirinya
tersebut, klien dapat mengakui kesalahannya serta meminta maaf kepada
orangtuanya.
Selanjutnya,
teknik kognitif yang digunakan konselor pada video di atas adalah disputing. Dimana
klien diberikan pertanyaan mengenai pemikiran irasionalnya dan klien diajak
berpikir mengenai hal tersebut sampai ia menyadari lalu membantah pikiran itu. Pada
video di atas klien mengatakan bahwa ia merasa dirinya kotor dan buruk karena
telah mengkhianati perintah ayahnya. Kemudian konselor merespon dengan bertanya
apakah hanya sekedar bertemu pacar berarti membuat diri klien kotor dan buruk,
lalu klien berpikir sejenak dan ia sadar bahwa pikirannya itu sangat tidak
masuk akal. Bukan hanya itu saja, konselor juga menanyakan
apakah dengan tidak pulang ke rumah dan tidak meminta maaf kepada orangtua maka
Tuhan juga akan memaafkan kesalahan klien, lalu klien sadar bahwa hal itu sangat
salah. Lewat teknik ini maka klien sudah bisa membantah pikiran irasional yang
mengganggu dirinya. Selain disputing, dalam
video tersebut konselor juga menggunakan teknik kognitif diskusi. Klien diajak
berdiskusi tentang pikiran-pikiran irasionalnya, seperti klien mengatakan bahwa
ayahnya bisa memenggal kepalanya jika ia pulang ke rumah dan meminta maaf.
Konselor pun merespok dengan menjelaskan adalah lebih baik jika mati tapi sudah
meminta maaf kepada orangtua, dibandingkan hidup namun masih berdosa kepada
orangtua. Melalui teknik diskusi ini klien dijelaskan oleh konselor mengenai
kelebihan dan kekurangan dalam mengambil tindakan tersebut.
Sumber:
Mahyuddin, I. (2007). Terapi r.e.b agar hidup bebas derita.
Yogyakarta: B-First.
Naisaban, L. Para psikolog terkemuka dunia. Jakarta:
Grasindo.
Nelson-Jones, R. (2014). Theory and practice of counselling and
psychotherapy sixth edition. United Kingdom: Sage Publications.
Semiun, Y. Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Setio, M. (1997). Buku saku
psikiatri. Jakarta: EGC.
Sumber video:
https://www.youtube.com/watch?v=XdYJBW2Ljm0
No comments:
Post a Comment