UK CONSUMERS’
ADOPTION OF THE INTERNET FOR GROCERY SHOPPING
Penulis : Ogenyi Ejye Omar
Halaman : 11-18
Volume : 3
Tahun : 2018
Latar Belakang
Saat ini
bisnis eceran elektronik sudah semakin berkembang dan meningkat bersamaan
dengan jumlah pembelinya secara online. Disamping
pertumbuhan bisnis online yang pesat,
faktanya masih ditemukan kelangkaan data mengenai pengambilan keputusan dan
persepsi pembeli, serta penggunaan dari e-commerce.
Hasilnya banyak ditemukan ketidakpastian tentang jenis aktivitas retail
marketing yang paling tepat diinternet. Penelitian yang berhubungan dengan
penggunaan internet hanya terfokus pada sarananya saja, dan kurang fokus pada sifat serta kognitif dari
pengguna atau perilaku pembeli dalam keputusan membeli online. Adanya sifat kerumitan pembuatan keputusan oleh pembeli dan
usaha pengecer untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap target
pasarnya, sehingga dibutuhkan studi dan model yang fokus secara spesifik pada
konteks kognitif dan sosial dari pembuatan keputusan pembeli. Tujuan dari
peneltian ini untuk memeriksa konsep yang menopang aspek dari perilaku
berbelanja yang berguna untuk menyediakan pemahaman yang lebih dalam tentang
motivasi dan perilaku yang berhubungan dengan pembelian bahan pangan di
internet. Sasaran dari studi ini untuk melanjutkan teori yang berhubungan
dengan perilaku berbelanja di internet dan menyediakan informasi yang berguna
untuk perkembangan retail marketing.
Jurnal ini dikembangkan kerangka konseptual yang menggabungkan aspek dari tiga
teori sikap yang terkenal, yaitu Theory berdasarkan
of Reasoned Action, Theory of Planned
Behavior, dan Theory of Trying
untuk menyediakan pemahaman yang mendalam tentang konsep penggunaan internet
untuk berbelanja.
Theory of Reasoned Action (TRA)
Teori
ini diusulkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang digunakan sebagai kerangka
untuk menilai sikap berbelanja di internet. Khususnya fokus pada hal yang
berhubungan dengan sikap dan maksud dari suatu perilaku dan sebaliknya. Kontribusi
utama dari TRA khusus pada hal yang berhubungan dengan sikap dan maksud terhadap
perilaku seseorang. Permasalahan dari pendekatan ini adalah konsumen percaya
bahwa internet berguna untuk kemajuan masyarakat. Jadi, pendekatan TRA ini
memiliki kekhususan berfokus pada sikap terhadap penggunaan internet untuk
berbelanja dibandingkan intenet hanya sebagai perantara atau alat saja. Pengukuran
sikap spesifik tersebut berguna sebagai prediktor yang lebih baik dari maksud
dan preilaku yang berhubungan dengan internet.
Theory of Planned Behaviour (TPB)
Theory of planned behaviour memperluas theory of reasoned action dengan
menambahkan perceived behavioral control
sebagai faktor yang mempengaruhi maksud dan tingkah laku. Ajzen mendefinisikan perceived behavioral control sebagai
persepsi seseorang yang berkaitan dengan
kemudahan atau kesulitan dalam menampilkan minat yang dimiliki. Jika
dihubungkan dengan kegiatan berbelanja di internet, perceived behavioral control mengacu pada seberapa mudah atau sulit
untuk berbelanja online. Perceived
behavioral control sangat penting dalam hal menentukan penggunaan internet
oleh konsumen untuk pembelian secara online,
tapi beberapa upaya dari konsumen harus didukung oleh konsep ini.
Theory of Trying
Teori ini diusulkan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990) dan
menyediakan wawasan tentang bagaimana konsekuensi dari perilaku bisa
mempengaruhi sikap dalam mencapai suatu tujuan. Teori ini memperhitungkan bahwa
orang-orang mencoba untuk belajar tentang sesuatu, dan terjadi kegagalan, yang
mengakibatkan gagal dalam merasakan hasil dari apa yang dipelajarinya.
Contohnya, konsumen memiliki sikap yang baik terhadap penggunaan internet dan
mencoba untuk belajar bagaimana menggunakan internet untuk berbelanja. Jika konsuumen
merasa hal tersebut terlalu sulit untuk dipelajari atau menjadi frustasi dengan
proses belajarnya, maka mereka akan menyerah untuk mencoba mempelajari hal itu. Jadi sangatlah penting untuk diketahui bahwa teori ini
berfokus pada tujuan dan bukan hanya pada alasan dari sebuah perilaku saja.
Seperti yang dikemukakan oleh Bagozzi dan Warshaw (1991), konsumen umumnya
terlibat dalam perilaku, seperti penggunaan internet, untuk mendapatkan
keuntungan yang mereka harapkan. Ada beberapa contoh dimana perilaku dilihat
sebagai tujuan dan pencapaian dari tujuan yang memungkinkan konsumen untuk
mengejar tujuan yang lain. Jadi
tujuan berbelanja online adalah konsumen
menggunakan internet karena mereka percaya bahwa metode berbelanja seperti ini
akan mengehemat waktu dibandingkan metode berbelanja lainnya. Para konsumen
dapat menggunakan waktu mereka untuk hal yang lebih penting dibandingkan
berbelanja. Jadi, kenyamanan merupakan faktor utama dalam berbelanja online (Chen dan Tan, 2003).
Manfaat
Berbelanja Online
Toko online menyediakan informasi dalam
jumlah besar dan menyediakan pengalaman perseptual yang lebih baik dibadningkan
katalog (Maighan dan Lukas, 1997). Selain itu, internet memperbolehkan konsumen
untuk melihat-lihat produk, mengumpulkan keterangan, menemukan serta mengunduh
informasi, membandingkan harga, membeli produk, ,menempatkan atau merubah
pesanan, dan menerima umpan balik tanpa harus berkeliling ke pusat perbelanjaan
(Pavitt, 1997). Kenyamanan dilaporkan sebagai alasan utama untuk berbelanja di
internet (Vozza, 2001). Faktor
tambahan seperti menghemat uang dan waktu, tidak adanya biaya transportasi,
banyaknya pilihan, tidak adanya antrian, dan tidak adanya tekanan dari penjual
juga dilaporkan sebagai hal yang berkontribusi dalam kesenangan berbelanja di
internet (Vozza, 2001).
Risiko
yang Dirasakan Saat Berbelanja Online
Mitchell
(1999) menyebutkan ada beberapa tipe risiko yang dirasakan saat seseorang
berbelanja online, yaitu keuangan,
kinerja produk, psikologis, dan waktu atau hilangnya kenyamanan. Keuangan
didefinisikan sebagai kerugian bersih yang diterima oleh konsumen, dan termasuk
dan kemungkinan penyalahgunaan informasi dari kartu kredit seseorang. Jadi,
konsumen merasa tidak aman terhadap kartu kredit online. Keengganan konsumen untuk menyediakan informasi mengenai
kartu kredit mereka di web, telah dikutip sebagai hambatan utama dalam
pembelian online (Burke, 1996).
Risiko selanjutnya adalah kinerja produk, merupakan kerugian yang terjadi
ketika produk tidak bekerja sesuai dengan apa yang konsumen harapkan. Hal ini
terjadi karena pembeli memilih produk dengan kualitas rendah, akibat kurangnya
kemampuan dalam menilai produk online
dengan akurat. Kurangnya kemampuan tersebut mungkin dibatasi oleh adanya
hambatan dalam menyentuh, merasakan, dan mencoba produk atau layanan yang
ditawarkan situs berbelanja online
tersebut. Selain itu, kurangnya informasi tentang warna dan kualitas produk
juga meningkatkan risiko ini. Faktor risiko selanjutnya adalah
psikologis, yang berhubungan dengan kekecewaan, frustasi, dan adanya rasa malu
jika informai seseorang diungkapkan. Internet sering dirasakan melanggar
privasi penggunanya, yang menajdi salah stu perhatian utama para penggunannya
(Maighan dan Lukas, 1997). Faktor risiko yang terkahir berkaitan dengan masalah
waktu atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan hilangnya waktu dan
ketidaknyamanan yang terjadi dalam kesulitan menavigasi atau mengirimkan
pesanan, mencari situs web yang sesuai, atau terlambat dalam menerima produk. Dua
hal yang menjadi penyebab ketidakpuasan dalam berbelanja online adalah masalah
waktu atau ketidaknyamanan termasuk situs dan halaman web yang membingungkan
atau terlalu lambat untuk mengunduh.
The Nature of The Product Sifat
dari suatu produk pangan merupakan produk yang mudah membusuk dengan cepat dan memiliki siklus hidup yang pendek. Produk seperti itu harus dibeli dan
dikonsumsi ketika dalam keadaan segar. Pada jurnal ini, bahan pangan merupakan
aspek penting dari keputusan pembeli untuk menggunakan internet dalam pembelian
bahan pangan. Keterkaitan konsumen dalam pembelian pangan secara langsung
berhubungan dengan ciri dari makanan tersebut, yaitu rasa, bahan, nilai dari
uang, harga, kualitas, keococokan, dan bahan tambahan. Menurut Omar (1999)
konsumen memiliki dua aspek dalam menilai bahan pangan, pertama yaitu rasa dan
kualitas. Konsumen menganggap nilai keuntungan seperti nilai dari mata uang,
harga, dan citra merek digunakan untuk menilai kualitas dari suatu barang.
Kedua,
mereka menggunakan peilaku untuk menentukan mana yang sesuai dengan persyaratan
mereka. Hal ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu formal (berhubungan dengan
kebutuhan), emosional dan kognitif yang lebih berhubungan dengan kepuasan dan
kebudayaan atau kebutuhan beragama, seperti pilihan makanan yang didasarkan
pada budaya atau persetujuan dari agama seseorang.
The Nature of Consumers Sifat
dari konsumen merupakan fakor penting yang menentukan penerimaan metode
berbelanja online di masyarakat.
Burke (1996) menjelaskan bahwa kesuksesan e-commerce
bergantung pada penerimaan dari konsumen. Studi tentang perilaku konsumen
dalam pengalaman menggunakan internet menunjukkan adanya perbedaan dalam
perilaku sosial, yaitu pengambil risiko dan bukan pengambil risiko. Selain itu, Teo (2011) juga menyebutkan
beberapa hal yang memainkan peranan penting dalam penerimaan masyarakat
terhadap metode berbelanja online, yaitu
demografi, sosial ekonomi, dan psikografik karakteristik.
Pada beberapa kasus ditemukan
bahwa konsumen yang profesional adalah seseorang yang mudah beradaptasi karena
mereka bisa menyesuaikan diri dengan baik terhadap inovasi yang ada. Jadi,
dapat dikatakan bahwa pengalaman sebelumnya dari konsumen merupakan
karakteristik internal yang bisa mempengaruhi peerimaan dari suatu inovasi.
Oleh sebab itu, Burke (1996) menyebutkan bahwa persepsi konsumen terhadap penggunaan,
kesenangan, dan kegunaan dari internet memainkan peranan penting dalam
penerimaan internet di masyarakat.
Sumber:
Omar, O. E. (2018).UK CONSUMERS’ ADOPTION OF THE INTERNET FOR GROCERY SHOPPING. (3).11-18
Sumber:
Omar, O. E. (2018).UK CONSUMERS’ ADOPTION OF THE INTERNET FOR GROCERY SHOPPING. (3).11-18